Selasa, 16 April 2013

Minggu, 14 April 2013

Hobiku =D




Sobatku yang budiman dan pakdiman, bukankah hobi itu harus dipertahankan untuk mendapatkan sesuatu? Apa itu?  Tentu saja yang pasti adalah untuk mendapatkan kepuasan batin. Contoh : orang hobi masak tentu akan mempertahankan aktivitas masak sebagai rutinitas yang harus dia kerjakan. Karena itu akan menyenangkan batinnya.  Keuntungan yang dia dapat adalah dia akan terlatih dan berpotensi besar menghasilkan masakan yang lezat. Bahkan dia berpeluang untuk mendirikan warung makan atau restoran. *wiiiiiiiiiiii.... keren kannn???

Nah, aku ceritanya punya hobi mantengin status orang. Dan itu hampir setiap hari. Bukankah hobiku itu juga harus dipertahankan?? Karena itu juga akan menyenangkan batin aku ^_^. Dan keuntungan yang aku dapet adalah aku bisa mempelajari karakter dia. Bukan, bukan, terlalu kompleks kalau aku bilang karakter. Yang jelas jadi tau sebagian apa yang dia suka, bagaimana sikapnya terhadap teman-temannya dan terhadap masalah yang dia hadapi. Bukankah keuntungan yang akan saya dapat adalah saya berpotensi mengenalnya secara mendalam? lalu kalo udah kenal dia lebih dalam, seterusnya apa lagi?    Siapa tau peluang jadi jodohnya terbuka lebar?? Bukankah  akan lebih gampang manjalani bahtera rumah tangga dengan seseorang yang sudah kita kenal?? *Modus!! Ceritanya mengharap sangat ini... wkwkwkwkwkwk

Tapi broo,,,, kalo dipikir-pikir lagi, bukankah tidak semua hobi itu baik? Tidak semua yang menyenangkan batin kita disenangi oleh-Nya? Coba, banyak orang hobi main judi, mabuk-mabukan. Bukankah itu hobi yang dilarang? Agamaku Islam. jadi mau gak mau, suka gak suka ya harus manut sama perintah-Nya dong.. biar setiap langkahku di ridhoi oleh-Nya. Dan pada akhirnya saya sangat berharap masuk surga-Nya. Amin ya Alloh.

*terus hobiku yang satu ini termasuk disukai-Nya gak ya???? Mungkinkah ini termasuk zina hati?? Someone..... please  answer my question.... >_<

Hilang arah


Akhir-akhir ini saya malas-malasan. Dua minggu ini tak ada hari produktif. Oke, 1 minggu sangat produktif, tapi fisikku yang produktif. Otakku tidak, sikapku tidak, hatiku tidak, parahnya ibadahku juga tidak. Hari ini  pas banget hari terakhir 2 minggu awal bulan april. 2013. Harus saya akhiri kemalasan saya hari ini juga. Tapi biasanya saya Cuma omdo. Kalo nulis mah semangat banget, tapi aplikasi nol GEDE. Kalo ditanya masalah harapan mah jelas harapanku tetep semangat dalam setiap detik. Tapi apa tipsnya? Mungkin kemalasan ini muncul seiring dengan hilangnya arah hidup saya. Lebih tepatnya bukan hilang. Tapi memang saya belum menemukan arah hidup saya. *sedihnya... =(

Arah mata angin saya tak paham, mana utara, mana selatan, mana timur mana barat. Yang ku tahu hanya lor kidul wetan kulon kalo pas lagi dirumah. Itupun membahasakan utara selatan saya gak paham. Pernah dikasih tau, tetep aja lupa. Gak pernah nyangkut dikepala. Di asrama juga Cuma tau arah barat yang artinya kulon, itu karena arah kiblat tempat menghadap saat sholat. Selebihnya kalo ditanya ya harus mikir panjaaang dan belum tentu jawaban saya benar. Apalagi kalo udah diluar rumah dan di luar asrama, sama sekali gak tau arah brooo.... *apakah saya terlalu bodoh? =(

Kalo Cuma urusan gak tau arah mata angin sih (menurut saya) kagak apa-apa. Kalo mau menuju suatu tempat bisa bertanya dan saya tentu selalu request orangnya supaya mengarahkan dengan kanan atau kiri, lurus atau belok. Nah kalo urusannya gak tahu Arah Hidup???? Bukankah ini separah-parahnya orang? aku sama aja gak hidup dong kalo aku gak tahu arah hidup aku? Tapi saat ini aku emang bener-bener lagi bingung. Hampa, kosong. Serasa gak punya arah hidup. Apa ini sama saja dengan saya tidak mempunyai tujuan hidup? Mungkin begitu. Tujuan hidup aku apa? *gak tahu.. bingung.. =(

Terkadang saya berfikir, saya sangat membutuhkan orang lain untuk menunjukkan arah hidup saya. *apakah ini termasuk dari sifat bebek yang suka mengekor??

Hey,, aku pengen teriakk!! *adakah yang ingin menolong diri dengan jiwa mengenaskan ini????????

Sabtu, 13 April 2013

Ternyata hati ini kotor...


  1. Aku  selalu berharap saat aku berlaku baik terhadap seseorang, maka orang itu akan berbuat baik juga terhadapku. Dulu, sebisa mungkin setiap sore aku menanyakan kepada semua temanku sekamar, siapa di antara mereka yang pengen nitip makan. Itu karena aku selalu berharap merasakan moment makan bersama. Bersama semuanya. Bukankah lebih enak makan bareng serentak dengan semua anggota kamar? Daripada ngeblok-ngeblok. Yang dua makan sekarang, yang lainnya makan nanti, eh ternyata yang lainnya lagi masih belum beli makan. Kan gak enak tuh. Itu yang dulu saya rasakan. Jadi entah sore, entah pagi, bahkan sempat moment order pagi dan sore tanpa aku memungut ujroh (upah nitip) sama sekali aku dengan riang menawarkan kepada mereka. Sampai saat aku bosan keluar, bosan beli makan, bosan menerima orderan titipan. Dimana saat itu adalah saat aku ingin dimanjakan oleh mereka. Aku ingin mendapat giliran itu. Aku ingin mereka menggantikan posisiku. Salah seorang atau secara bergilir. Aku ingin mereka menanyakan kepadaku “tari,, mau nitip makan??”... lama sekali saya menanti moment seperti itu. Dan sedihnya aku gak pernah merasakannya hingga sekarang. Lagi-lagi semua berpencar beli sendiri-sendiri. Dan aku gak pernah ditawari. Aku selalu menunggu. Dan beberapa kali aku terpaksa menawarkan diri. “aku mau nitip dong, boleh??” . mungkin ini massalah sepele. Tapi sungguh, bagiku ini menyedihkan. Walau lama-lama tetap saja harus aku anggap sebagai angin lalu. aku anggap tidak pernah terjadi apa2 dan aku anggap tidak pernah merasakan hal menyedihkan model ini. Hufhh.... jujur, curhat kayak gini sebenernya agak takut. Takut kalau dulunya sama malaikat di anggap pahala tapi ini, karena ternyata aku mengeluh layaknya orang yang gak ikhlas, jadi dihapus deh pahalanya... tapi mau gimana lagi... aku tetep butuh mencurahkan ini... *_*. Aku hanya ingin mengatakan, ‘bukankah ada yang salah dengan aku? Bukankah seharusnya aku tidak mengharapkan balasan? Bagaimana meluruskan hatiku ini?’
  2. Aku selalu berharap seseorang akan segera melakukan kewajibannya kepadaku saat aku sesegera mungkin melakukan kewajibanku terhadapnya. Gini, ceritanya aku itu dagang. Saat aku membeli sesuatu kepada seseorang, sebisa mungkin aku gak utang. Dan kalaupun utang, saat aku punya uang ya langsung aku bayar. Begitu pun saat aku pinjam. Tapi kenapa yang aku rasakan saat mereka utang sama aku kok gak gitu ya? Banyak di antara mereka menunda kewajiban membayar hutangnya kepadaku. Buat bayar nasi 2500 aja harus seminggu dua minggu. Bener-bener aku gak habis pikir deh. modal 2000 yang untungnya Cuma 500 harus nunggu cair selama 2 minggu?? Ampun boss!! Padahal tu modal harus aku putarin lagi. Wong niatku jual nasinya tiap hari. Lha kalo kasusnya begindang?? Gimana aku bisa dagang? Kalo yang melakukan itu hanya satu orang sih gak begitu bikin kepala benjol. Ini masalahnya rata-rata lelet pembayaran jhe.. itu baru kasus pada nasi. Belum pulsa. Wooooo.... bisa sampai berbulan-bulan bahkan sampai ada yang tahunan dan beberapa juga ada yang melupakan diri melakukan pembayaran. Aku kalo utang sama orang, sebisa mungkin aku yang mendatanginya dan membayarnya sebelum dia menagih. Tapi kenapa terhadapku banyak sekali yang menunggu aku mendatangi mereka untuk menagih? Mereka yang punya kewajiban kenapa jadi aku yang repot? Belum kalo saat mau nagih mereka gak ada dan tentu saja membuat aku harus mendatangi kamar mereka berkali-kali. Sungguh sangat rempong. Dan tak jarang sekian lama aku diamkan untuk menunggu reaksi mereka, menguji bagaimana mereka sadar dengan kewajiban yang mereka punya. Dan kalo aku udah sampai kepada puncak ketidaksabaran, tentu aku mendatangi mereka dengan amarah. Mendatangi satu persatu. Tak ayal nada tinggi selalu meliputiku. Dan setiap itu pula aku sering malu terhadap diriku sendiri. Kenapa aku selalu marah? Tidak bisakah emosi ini dikendalikan? Sikapku ini, wajar atau tidak wajar? ‘Salahkah jika Aku selalu berharap seseorang akan segera melakukan kewajibannya kepadaku saat aku sesegera mungkin melakukan kewajibanku terhadapnya??’